Mempersiapkan pesangon bagi karyawan


Dampak krisis global salah satunya adalah semakin banyak terjadi pemotongan anggaran disana-sini di dalam suatu perusahaan, efisiensi, perampingan, termasuk diantaranya pemutusan hubungan kerja oleh suatu perusahaan terhadap tenaga kerjanya / buruh. Sebagai pengusaha, tentu harus menyiapkan sejumlah dana untuk membayar uang pesangon, minimal seperti ketentuan pemerintah, agar tercapai kesepakatan bersama, antara pekerja dan pengusaha/perusahaan.



Berikut sekilas peraturan pemerintah mengenai uang pesangon, uang penghargaan, dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima.




Peraturan Pemerintah yang didasari UU no 13 ketenagakerjaan mewajibkan setiap pengusaha membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak yang seharusnya diterima bila terjadi pemutusan hubungan kerja (Pasal 156 ayat 1).

Dalam pasal 1, didefinisikan pihak pemberi kerja dan pihak penerima pekerjaan sebagai berikut:

  • Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja.
  • Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.
  • Pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
  • Pemberi kerja adalah orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badanbadan lainnya yang memperkerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.
  • Pengusaha adalah :
  1. (a)orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang menjalankan suatu perusahaan milik sendiri ;
  2. (b)orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang secara berdiri sendiri menjalankan perusahaan bukan miliknya;
  3. (c)orang perseorangan, persekutuan, atau badan hukum yang berada di Indonesia mewakili perusahaan sebagaimana dimaksud dalam huruf (a) dan huruf (b) yang berkedudukan di luar wilayah Indonesia.
  • Perusahaan adalah :
  1. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan, milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik Negara yang memperkerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain;
  2. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan memperkerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain


Perhitungan Pesangon


Perhitungan pesangon seperti yang disebutkan dalam pasal 156 ayat 1 harus memenuhi kriteria minimal, yaitu jika masa kerja kurang dari satu tahun, maka uang pesangon adalah satu bulan upah. Jika masa kerja diatas satu tahun dan kurang dari 2 tahun, maka uang pesangon adalah upah 2 bulan, dan seterusnya. Jika masa kerja diatas 8 tahun, maka upah pesangon adalah upah 9 (sembilan) bulan.


Perhitungan Uang Penghargaan


Perhitungan Uang penghargaan sebagaimana dimaksud dalam pasal 156 ayat 1 harus memenuhi criteria minimal. Yaitu masa kerja tiga tahun tetapi kurang dari enam bulan, maka uang penghargaan adalah sebesar 2 (dua) bulan upah. Masa kerja 6 – 9 tahun, mendapat 3 bulan upah, masa kerja 9 – 12 tahun mendapat 4 bulan upah, dan seterusnya, sampai masa kerja 24 tahun atau lebih mendapat 10 (sepuluh) bulan upah.


Uang penggantian hak yang seharusnya diterima


Uang penggantian hak yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud dalam Pasal 156 ayat 1 sehubungan dengan pemutusan hubungan kerja harus memenuhi kriteria minimal, yaitu

  • Cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur
  • Biaya/ongkos pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya ketempat dimana pekerja/buruh diterima bekerja
  • Penggantian perumahan serta pengobatan dan perawatan ditetapkan 15% dari uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja bagi yang memenuhi syarat.


***


Jadi sebagai perusahaan, sudah seharusnya memiliki itikad baik untuk menyiapkan pesangon, uang penghargaan dan penggantian hak yang seharusnya diterima buruh/tenaga kerja yang dipekerjakan.


Untuk mengantisipasi pengeluaran biaya yang tidak terduga dimasa dating akibat PHK, maka salah satu alternatif adalah menginvestasikan dana perusahaan pada Asuransi Jiwa, dimana tertanggung adalah pemilik perusahaan, dengan ahli waris yang ditunjuk. Kelak, jika perusahaan harus membayar berbagai macam keperluan sehubungan dengan PHK bahkan Pensiun, maka perusahaan sudah memiliki alokasi dana sendiri dan tidak mengganggu cash flow perusahaan.


Mengapa Asuransi Jiwa sebagai salah satu cara untuk membayar pesangon atau pensiun? Dengan setoran yang relatif lebih murah, maka perusahaan dapat memiliki dana yang relatif jauh lebih tinggi daripada yang disetorkan. Selain itu, tingkat keamanan juga tinggi, dan tidak perlu repot dalam pengelolaan dana, karena semua sudah diurus oleh perusahaan Asuransi.


Program ini bernama “Brilliance”. Dengan brilliance, program perencanaan dana pensiun dan pesangon bagi buruh / tenaga kerja dapat direncanakan.


Untuk program pesangon, tertanggung adalah atas nama orang yang ditunjuk perusahaan (bisa pengusaha, komisaris, dan lain-lain sesuai kebijakkan perusahaan), dan penerima manfaat dan pembayar adalah perusahaan (badan) itu sendiri. Atau bisa juga tertanggung atas nama karyawan secara personal, namun pemilik adalah perusahaan (badan) dan pencairan dana investasi hanya bisa dilakukan perusahaan. Atau bisa juga tertanggung karyawan, dana investasi dicairkan oleh karyawan, perusahaan dalam hal ini bertindak sebagai pembayar (untuk menunjang pensiun dan pesangon). Jika kelak karyawan mendapat PHK, maka perusahaan dapat menyerahkan polis kepada karyawan tsb, menghentikan pembayaran premi, dan karyawan dapat melanjutkan pembayaran premi atau mencairkan dana investasi.





  © Blogger template Sunset by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP